Kekayaan alam Yogyakarta sangat mempengaruhi terciptanya ragam hias dengan pola-pola yang mengagumkan. Sekalipun ragam hiasnya tercipta dari alat yang sederhana dan proses kerja yang terbatas, namun hasilnya merupakan karya seni yang amat tinggi nilainya. Jadi, kain batik-tulis bukanlah hanya sekedar kain, melainkan telah menjadi suatu bentuk seni yang diangkat dari hasil cipta, rasa dan karsa pembuatnya. Motif-m
otif ragam hias biasanya dipengaruhi dan erat kaitannya dengan faktor-faktor:
otif ragam hias biasanya dipengaruhi dan erat kaitannya dengan faktor-faktor:
1) letak geografis;
2) kepercayaan dan adat istiadat;
3) keadaan alam sekitarnya termasuk flora dan fauna; dan
4) adanya kontak atau hubungan antardaerah penghasil batik; dan
5) sifat dan tata penghidupan daerah yang bersangkutan. Dalam Katalog Batik Khas Yogyakarta terbitan Proyek Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (1996), menyebutkan bahwa di Daerah Istimewa Yogyakarta paling tidak memiliki lebih dari 400 motif batik, baik motif klasik maupun modern. Beberapa nama ragam hias atau motif batik Yogyakarta antara lain: Parang, Banji, tumbuh-tumbuhan menjalar, tumbuh-tumbuhan air, bunga, satwa, Sido Asih, Keong Renteng, Sido Mukti, Sido Luhur, Semen Mentul, Sapit Urang, Harjuna Manah, Semen Kuncoro, Sekar Asem, Lung Kangkung, Sekar Keben, Sekar Polo, Grageh Waluh, Wahyu Tumurun, Naga Gini, Sekar Manggis, Truntum, Tambal, Grompol, Ratu Ratih, Semen Roma, Mdau Broto, Semen Gedhang, Jalu Mampang dan lain sebagainya. Masing-masing motif tersebut memiliki nilai filosofis dan makna sendiri. Adapun makna filosofis dari batik-batik yang dibuat di Giriloyo antara lain:
(1) Sido Asih mengandung makna si pemakai apabila hidup berumah tangga selalu penuh dengan kasih sayang;
(2) Sido Mukti mengandung makna apabila dipakai pengantin, hidupnya akan selalu dalam kecukupan dan kebahagiaan;
(3) Sido Mulyo mengandung makna si pemakai hidupnya akan selalu mulia;
(4) Sido Luhur mengandung makna si pemakai akan menjadi orang berpangkat yang berbudi pekerti baik dan luhur;
(5) Truntum3 mengandung makna cinta yang bersemi;
(6) Grompol artinya kumpul atau bersatu, mengandung makna agar segala sesuatu yang baik bisa terkumpul seperti rejeki, kebahagiaan, keturunan, hidup kekeluargaan yang rukun;
(7) Tambal mengandung makna menambah segala sesuatu yang kurang. Apabila kain dengan motif tambal ini digunakan untuk menyelimuti orang yang sakit akan sebuh atau sehat kembali sebab menurut anggapan pada orang sakit itu pasti ada sesuatu yang kurang;
(8) Ratu Ratih dan Semen Roma melambangkan kesetiaan seorang isteri;
(9) Mdau Bronto melambangkan asmara yang manis bagaikan madu;
(10) Semen Gendhang mengandung makna harapan agar pengantin yang mengenakan kain tersebut lekas mendapat momongan. Motif-motif tersebut dari dahulu hingga sekarang diwariskan secara turun-temurun, sehingga polanya tidak berubah, karena cara memola motif itu sendiri hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, dan tidak setiap pembatik dapat membuat motif sendiri. Orang yang membatik tinggal melaksanakan pola yang telah ditentukan. Jadi, kerajinan batik tulis merupakan suatu pekerjaan yang sifatnya kolektif. Sebagai catatan, para pembatik di Giriloyo khususnya dan Yogyakarta umumnya, seluruhnya dilakukan oleh kaum perempuan baik tua maupun muda. Keahlian membatik tersebut pada umumnya diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi lainnya.
(1) Sido Asih mengandung makna si pemakai apabila hidup berumah tangga selalu penuh dengan kasih sayang;
(2) Sido Mukti mengandung makna apabila dipakai pengantin, hidupnya akan selalu dalam kecukupan dan kebahagiaan;
(3) Sido Mulyo mengandung makna si pemakai hidupnya akan selalu mulia;
(4) Sido Luhur mengandung makna si pemakai akan menjadi orang berpangkat yang berbudi pekerti baik dan luhur;
(5) Truntum3 mengandung makna cinta yang bersemi;
(6) Grompol artinya kumpul atau bersatu, mengandung makna agar segala sesuatu yang baik bisa terkumpul seperti rejeki, kebahagiaan, keturunan, hidup kekeluargaan yang rukun;
(7) Tambal mengandung makna menambah segala sesuatu yang kurang. Apabila kain dengan motif tambal ini digunakan untuk menyelimuti orang yang sakit akan sebuh atau sehat kembali sebab menurut anggapan pada orang sakit itu pasti ada sesuatu yang kurang;
(8) Ratu Ratih dan Semen Roma melambangkan kesetiaan seorang isteri;
(9) Mdau Bronto melambangkan asmara yang manis bagaikan madu;
(10) Semen Gendhang mengandung makna harapan agar pengantin yang mengenakan kain tersebut lekas mendapat momongan. Motif-motif tersebut dari dahulu hingga sekarang diwariskan secara turun-temurun, sehingga polanya tidak berubah, karena cara memola motif itu sendiri hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, dan tidak setiap pembatik dapat membuat motif sendiri. Orang yang membatik tinggal melaksanakan pola yang telah ditentukan. Jadi, kerajinan batik tulis merupakan suatu pekerjaan yang sifatnya kolektif. Sebagai catatan, para pembatik di Giriloyo khususnya dan Yogyakarta umumnya, seluruhnya dilakukan oleh kaum perempuan baik tua maupun muda. Keahlian membatik tersebut pada umumnya diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi lainnya.